Kamis, Juli 21, 2011

Sekolah..! oh.. Sekolah..!

Di pagi hari yang sejuk nan sunyi namun terdengar syahdu oleh kicauan burung-burung pipit. Suara burung-burung itu merdu sekali menambah keindahan di pagi hari. Ayam-ayam pun tak mahu kalah, ia juga berkokok dengan suara yang melambangkan keperkasaannya. Matahari perlahan mulai terangkat dari bagian bumi yang lain. Cahaya mentari yang telah dinantikan oleh manusia dibumi telah kembali Nampak disingasananya untuk menghangatkan jiwa yang telah mengigil karena dinginnya malam.
Pagi semakin ramai oleh kakak beradik di keluarga itu. Namanya Evi dan Ahmad. Seperti biasa, mereka bangun terlambat, mereka selalu saja kesiangan padahal ibunda telah membangunkan sejak shubuh tadi. Tetapi saat mereka bangun, dunia tersentak. Salah satu di bagian bumi Indonesia menjadi gaduh, hampir tak ada bedanya dengan kegaduhan di gedung DPR oleh demonstrasi mahasiswa. Ahmad bangun dari tidur lelapnya, perlahan kesadarannya mulai kembali. Keseramannya telah pulih, persis seperti harimau yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
“ Mama…! Mana bukuku ??? ” teriak Ahmad.
“ Apa mama bilang, bukunya disiapkan semalam..!” tak kalah juga suaranya dengan anaknya.
“ Evi..! Kamu yang ambil bukuku” teriak lagi Ahmad kepada kakaknya dengan suara yang lebih kencang. Suara si Ahmad tiba-tiba membuat ayahnya yang masih nyenyak di atas kasur yang tidak empuk-empuk amat itu juga bersuara namun tak jelas-jelas amat.
“ Ahma..d, ini uangmu”
Ahmad yang tadinya takut dimarahi ayahnya tiba-tiba tersenyum sendiri karena ternyata ayahnya hanya akan memberikannya uang.

Anak-anak sebelah rumah alias tetangga sudah asyik bermain-main di halaman rumah. Keceriaan nan canda tawa mereka cermin anak-anak yang manis dan lucu. Mereka berjalan dan berlari dengan riangnya. Anak kecil yang menikmati masa kecilnya.
Lagi dan lagi Evi dan Ahmad tidak berangkat bersama rombongan (teman-temannya). Padahal mereka telah menyinggahi kedua kakak beradik itu untuk berangkat bersama dan ternyata Evi dan Ahmad baru saja bangun dari tidur mereka yang lelap dan baru saja akan segera mandi. Akhirnya, mereka terburu-buru untuk berangkat ke sekolah dan sering kali mereka melupakan peralatannya untuk dibawa ke sekolah.
Saat ini mereka masih duduk di Sekolah Dasar kelas 1, di akhir semester satu telah tiba saatnya mereka akan menerima rapor hasil belajar mereka selama 6 bulan, ditemani ayah dan bunda dengan perasaan tegang mereka menerima rapor dari wali kelas mereka dan ia semakin takut saat ia tahu bahwa prestasinya tidak membanggakan untuk kedua orang tuanya.
“ Ahmad, Umi.., sini rapormu! Ayah mahu lihat.”
“ Ini rapor, yah”
Ayah diam saja setelah melihat rapor kedua anaknya itu, namun setibanya di rumah.
“ Banyak sekali angka merahnya..!” kata sang ayah saat melihat rapor ahmad. Pelan-pelan, ia beralih untuk melihat rapor Evi.
“ Sama saja dengan rapor Evi, kalian terlalu banyak main dan nonton TV, mulai besok kalian harus belajar lebih keras”
Bagi Evi dan Ahmad sosok ayahnya adalah sosok orang tua yang sangat mereka segani. Setiap kata dari ayah mereka selalu dengan segera dikerjakan tanpa mengatakan “sebentar” atau “nanti dulu”.
Ini adalah sesuatu yang terbentuk dari kepribadian ayah mereka yang sangat tegas menghukum anaknya ketika mereka bertindak salah.
Keesokan harinya, Evi dan Ahmad tak lagi bersantai dengan hanya menonton televisi di malam hari. Mereka harus belajar keras, setiap kali ayah mereka berangkat kerja untuk mengantar penumpang ojeknya, sang ayah telah mewanti-wanti agar mereka belajar dan saat ia pulang nanti akan menanyakan semua yang telah mereka pelajari.
“ Kalian Hafal, perkalian 1 sampai 5..! sebentar ayah akan mengetes kalian”.
“ Iya, yah”. Evi dan Ahmad mengiyakan Evi dan Ahmad benar-benar bekerja keras berusaha mengerjakan perintah ayahnya, keseganan terhadap ayahnya, membuat mereka sedikit terpaksa. Ayah mereka pun pulang, kelelahan terpancar dari wajahnya yang telah bekerja keras menghidupi keluarganya. Pekerjaanya sebagai tukang ojek tentu tak ingin diwariskan kepada anak-anaknya. Mungkin ia telah sadar kemalasannya di masa lampau untuk bersekolah takkan diulangi kepada anaknya. Hari ini ia telah sadar bahwa pendidikan adalah bagian penting untuk membuat peradaban. Melihat kesuksesan yang diraih oleh saudara-saudaranya yang sukses setelah berjuang keras di bangku sekolah samapi perguruan tinggi dan mengecap manisnya ketika mereka telah bekerja dan menerima upah setiap bulannya.
“ Evi, Ahmad! Sini, sudah belajar kan!, nah ! sekarang Evi duluan yang ayah tanya.
Detik-detik inilah yang menegangkan bagi kedua anak itu, mereka akan diuji dengan setiap hal yang mereka pelajari. Mereka berdua pun ternyata anak yang cerdas, walau dalam keadaan tertekan, mereka mampu mengusai pelajaran-pelajaran sekolah mereka.
Sungguh anak-anak yang luar biasa, berkat latihan dan belajar keras, mereka mengukir prestasi yang sungguh prestisius. Evi meraih rangking pertama sedangkan adiknya Ahmad di peringkat kedua. Keharuan tak bisa disembunyikan di cahaya mata dan senyuman wajah kedua orang tuanya. Mereka tak bisa berkata apapun.
Mereka hanya tersenyum bahagia tapi terlihat mata berkaca-kaca. Senyum bahagia itu terus bermekaran bersama motor ojek ayah untuk pulang di perasaan bahagia. Hari itu begitu spesial bagi mereka.
“ Sekolah dan sekolahlah anak-anakku! Kalianlah yang harus mengubah nasib keluargamu.”
Mungkin itulah untaian kalimat yang tumbuh dalam jiwanya untuk diterapkan kepada kedua buah hatinya.
“Kejarlah Ilmu Sampai Ke Negeri Cina”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar