Jumat, Juni 03, 2011

Alzheimer dan mekanisme kerja obat alzheimer

MEKANISME KERJA OBAT ALZHEIMER
A. MEKANISME KERJA OBAT
Pada umumnya, obat bekerja dengan berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel atau enzim (yang mengatur laju reaksi kimia) dalam sel. Reseptor dan molekul enzim memiliki struktur tiga-dimensi khusus yang memungkinkan hanya zat yang cocok tepat untuk melampirkan itu. Ini sering disebut sebagai kunci dan model tombol. Kebanyakan obat bekerja karena dengan mengikat situs reseptor target, mereka dapat memblokir fungsi fisiologis protein, atau meniru efek itu. Jika obat menyebabkan reseptor protein untuk merespon dengan cara yang sama sebagai zat alami, maka obat ini disebut sebagai suatu agonis. Contoh agonis adalah morfin, nikotin, fenilefrin, dan isoproterenol. Antagonis adalah obat yang berinteraksi secara selektif dengan reseptor tetapi tidak menyebabkan efek yang diamati. Sebaliknya mereka mengurangi aksi agonist sebuah di situs reseptor yang terlibat. antagonis reseptor dapat diklasifikasikan sebagai reversibel atau ireversibel. Reversible antagonis mudah memisahkan dari reseptor mereka. antagonis ireversibel membentuk ikatan kimia yang stabil dengan reseptor mereka (misalnya, dalam alkilasi). Contoh obat antagonis adalah: beta-blocker, seperti propranolol. Alih-alih reseptor, obat beberapa enzim target, yang mengatur laju reaksi kimia. Obat yang enzim target diklasifikasikan sebagai inhibitor atau aktivator (induser). Contoh obat yang enzim target: aspirin, cox-2 inhibitor dan inhibitor protease HIV (lihat di bawah).

Obat yang diberikan kepada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik, fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Fase farmasetik meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. Fase farmakokinetik meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. Sedangkan, fase farmakodinamik adalah fase terjadinya interaksi obat dengan tempat aksinya dalam sistem biologi. Dalam fase farmakodinamik potensi aksi struktur khusus obat berhubungan dengan interaksi yang terjadi dengan struktur khusus letaknya. Oleh karena itu, struktur tempat aksi dan kekuatan yang mengontrol interaksinya dengan obat perlu diketahui agar dapat dipilih obat yang dapat berinteraksi dengan tempat aksinya dan disainnya sesuai dengan kekuatan yang mengontrol interaksinya. Tujuan pokok dari fase farmakodinamik adalah optimasi dari efek biologik. Untuk mencapai tujuan itu perlu pemahaman tentang fase farmakodinamik dari obat itu sendiri. Hal itulah yang melatarbelakangi disusunnya makalah ini.
B. AlZHEIMER
Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia. Demensia adalah gejala kerusakan otak yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir, daya ingat, dan fungsi berbahasa.Alzheimer bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua. Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak,koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara nikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan penyebab utama demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindroma klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut Unit Neurobehavior pada Boston Veterans Administration Medical Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi demensia 187 populasi /100.000/tahun dan penderita alzheimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima
Resiko untuk mengidap Alzheimer, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Bermula pada usia 65 tahun, seseorang mempunyai risiko lima persen mengidap penyakit ini dan akan meningkat dua kali lipat setiap lima tahun, kata seorang dokter. Menurutnya, sekalipun penyakit ini dikaitkan dengan orang tua, namun sejarah membuktikan bahawa pesakit pertama yang dikenal pasti menghidap penyakit ini ialah wanita dalam usia awal 50-an.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia sekitar 65 tahun ke atas. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat sampai hampir 4 kali di tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.
Pada tahap awal perkembangan Alzheimer, penurunan faktor-faktor risiko vaskular dapat menyulitkan diagnosis sindrom ini, namun mengurangi kecepatan perkembangan demensia. Adapun gejala-gejala penyakit ini adalah :
1. Gejala Penyakit Alzheimer yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut:
Mengajukan pertanyaan yang sama pada satu saat berulang-ulang atau mengulangi cerita yang sama, dengan kata-kata yang sama terus-menerus.
2. Lupa cara untuk melakukan kegiatan rutin. Misalnya lupa cara memasak, cara menelepon dsb.
3. Gangguan berbahasa. Misalnya mengalami kesulitan untuk menemukan kata yang tepat. Bila gejala tersebut berlanjut maka kemampuan untuk berbicara dan menulis juga terganggu.
4. Disorientasi. Misalnya lupa saat itu hari apa, bulan apa, saat itu ada di mana atau tidak tahu arah. Hal tersebut menjadi sebab mengapa pasien lansia sering tersesat karena lupa jalan pulang atau bahkan pergi dari rumah karena merasa ia berada di tempat yang asing.
5. Gangguan berpikir secara abstrak. Misalnya kesulitan untuk menghitung uang.
6. Gangguan kepribadian. Misalnya menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan mudah curiga. Dokter seringkali mendengar keluarga mengeluh bahwa pasien menuduh ada yang mengambil barang miliknya atau bahkan menuduh pasangannya sudah tidak setia lagi
7. Gangguan untuk membuat keputusan sehingga menjadi tergantung pada pasangannya.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
D. PENGOBATAN DAN MEKANISME KERJA OBAT ALZHEIMER
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. Menyusul ditemukannya kinom pada manusia, kinase protein telah menjadi prioritas terpenting kedua pada upaya penyembuhan, oleh karena dapat dimodulasi oleh molekul ligan kecil. Peran kinase pada lintasan molekular neuron terus dipelajari, namun beberapa lintasan utama telah ditemukan. Sebuah protein kinase, CK1 dan CK2, ditemukan memiliki peran yang selama ini belum diketahui, pada patologi molekular dari beberapa kelainan neurogeneratif, seperti Alzheimer, penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotrofik. Pencarian senyawa organik penghambat yang spesifik bekerja pada kedua enzim ini, sekarang telah menjadi tantangan dalam perawatan penyakit tersebut.
Adapun obat-obat yang digunakan untuk mengobati maupun untuk menghambat penyakit ini adalah sebagai berikut :
1. Donepezil
Donepezil adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Donepezil tersedia dalam bentuk tablet oral. Biasanya diminum satu kali sehari sebelum tidur, sebelum atau sesudah makan. Resorpsinya dari usus lengkap (hampir 100 %), PP-nya 94 %, t½ nya 70-100 jam. Di dalam hati donepezil dimetabolisir dan dieksresi lewat uin.
Efek samping yang sering terjadi sewaktu minum Donepezil adalah sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu, mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan meningkatkan frekwensi buang air kecil.
2. Rivastigmine
Rivastigmine adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzheimer taraf rendah hingga medium. Setelah enam bulan pengobatan dengan Rivastigmine, 25-30% penderita dinilai membaik pada tes memori, pengertian dan aktivitas harian dibandingkan pada pasien yang diberikan plasebo hanya 10-20%. Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menyatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer. Rivastigmine biasanya diberikan dua kali sehari setelah makan. Karena efek sampingnya pada saluran cerna pada awal pengobatan, pengobatan dengan Rivastigmine umumnya dimulai dengan dosis rendah, biasanya 1,5 mg dua kali sehari, dan secara bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu. Dosis maksimum biasanya hingga 6 mg dua kali sehari. Jika pasien mengalami gangguan pencernaan yang bertambah parah karena efek samping obat seperti mual dan muntah, sebaiknya minum obat dihentikan untuk beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama atau lebih rendah. Sekitar setengah pasien yang minum Rivastigmine menjadi mual dan sepertiganya mengalami muntah minimal sekali, seringkali terjadi pada pengobatan di beberapa minggu pertama pengobatan sewaktu dosis ditingkatkan. Antar seperlima hingga seperempat pasien mengalami penurunan berat badan sewaktu pengobatan dengan Rivastigmine (sekitar 7 hingga 10 poun). Seperenam pasien mengalami penurunan nafsu makan. Satu dari lima puluh pasien mengalami pusing. Secara keseluruhan, 15 % pasien (antara sepertujuh atau seperenam) tidak melanjutkan pengobatan karena efek sampingnya.
3. Memantine
Memantin adalah obat yang diminum secara oral untuk mengobati penyakit Alzhaimer taraf Sedang hingga berat dengan mekanisme keja yang berbeda dan unik dengan memperbaiki proses sinyal Glutamat. Obat ini diawali dengan dosis rendah 5 mg setiap minggu dilakukan selama 3 minggu untuk mencapai dosis optimal 20 mg/hari
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
4. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
5. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
6. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
7. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokondria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

DAFTAR PUSTAKA
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_pikun.htm
http://books.google.co.id/books?id=TN8QxBMHW6IC&pg=PA443&lpg=PA443&dq=mekanisme+kerja+donepezil&source=bl&ots=9RKBggNJL3&sig=ZSl6cDU9JsQUuD75wOfuk2Y7V5c&hl=id&ei=_GHYTdaUFtGyrAfjrqD7BQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CC0Q6AEwAw#v=onepage&q&f=false
http://id.wikipedia.org/wiki/Alzheimer" Kategori: Penyakit saraf | Sindrom
Iskandar, J. 2002. Penyakit Alzheimer. “Artikel”. Universitas Sumatera Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar